Guruberbahasa.com- Cerpen Sedih Mengharukan
Ayahku Hilang, Ibuku Malang, Istriku Sayang
Slamet masih terdiam menatap awan yang berjalan beriringan diterangi sinar rembulan melewati jari-jari jendela kamarnya. Dalam benaknya, tersimpan berjuta kerinduan kepada sang ayah yang telah meninggalkannya selama sebelas tahun. Saat itu Slamet yang masih berusia sembilan tahun harus merelakan ayahnya pergi berkelana demi menghidupi keluarga. Setelah ayahnya pergi slamet yang masih seumur jagung itu sudah bekerja keras membantu ibunya mencari kayu bakar di hutan untuk kemudian dijual dan sebagian lagi digunakan untuk keperluan sehari-hari di rumah. Tiga tahun berjalan sang ayah belum juga pulang ataupun sekedar memberi kabar, begitu pula pada tahun-tahun berikutnya, hingga di usianya yang sekarang Slamet berinisiatif untuk mencari ayahnya.
“Nak kamu belum tidur?” suara ibu membuyarkan lamunannya. “Gak bisa tidur bu, Slamet lagi kangen sama bapak!” sejenak ibunya terdiam dan kemudian meneteskan air mata. “Nak, sudahlah,Ibu yakin bapakmu sekarang sudah sukses dan tidak lama lagi pasti dia akan pulang untuk hidup bahagia bersama kita. ”Dengan lesu Slamet menutup jendela kamarnya. “ tapi kapan Bu?? sudah sebelas tahun bapak ninggalin kita! Bu, besok aku mau ke kota nyari bapak.” “ha? Kamu jangan gila tho nak, kamu kan gak tau apa-apa!jangankan ke kota, lha wong ke pasar aja 12 bulan sekali!” “Bu tolong sekali ini aja izinkan saya pergi.” “Baiklah, kalau memang itu sudah jadi kehendakmu, tapi kamu harus janji kalau kamu akan segera kembali! ”Dengan berat hati ibunda slamet harus melepas kepergian slamet.
Pagi itu sang mentari tampak tak memancarkan sinar indahnya seolah tak rela melepas kepergian Slamet. Dengan bekal seadanya, Slamet berjalan selangkah demi selangkah menyusuri rimba hingga akhirnya sampailah ia di tempat yang belum pernah dijajakinya. Di sebuah kota besar yang menyuguhkan gedung-gedung tinggi, kendaraan mewah yang lalu lalang, serta beragam manusia yang beraktivitas sesuai dengan derajatnya. Pemuda lugu itu tampak tak menghiraukan suasana di sekelilingnya, karena ia telah mematri satu tujuan yang ingin segera ia capai.
Siang yang terik itu slamet terlihat duduk di teras masjid usai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia membuka tas yang digendongnya untuk mengambil sebuh KTP milik ayahnya yang sengaja dibawa untuk memudahkan pencarian. Tanpa pikir panjang ia lalu melangkah tanpa arah untuk bertanya kepada siapa saja yang dilaluinya. Namun cukup sulit bagi dirinya untuk menemui sang ayah mengingat ia sama sekali tak mengenal kota yang dipijaknya saat ini.
Tak terasa sudah tiga puluh hari ia berada di kota pesakitan itu. Selama itu pula ia belum juga menemukan sosok yang dicarinya. Hingga pada suatu sore setelah melaksanakan salat ashar, bertemulah Slamet dengan seorang gadis nan cantik,yang seprtinya dari kalangan berada. “maaf Mbak, apakah Anda pernah melihat orang seperti ini?” tanya Slamet sembari memperlihatkan foto ayahnya. Melihat foto dalam KTP itu, si Gadis terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. “apakah ini keluargamu?” Tanya gadis itu. “Benar, ia Ayahku! Apakah kau pernah melihatnya?” sejenak gadis itu kembali terdiam. “marilah ikut denganku, akan kutunjukkan sesuatu. Dengan mobil mewah slamet diantar pada sebuah tempat yang tak jauh dari masjid yang baru ia singgahi.
Slamet terlihat sangat bingung, karena pemandangan yang ia dapati tak lain adalah sebuah Tempat Pemakaman Umum. ”Kamu benar ingin membawaku kemari?” tanya Slamet. ”Benar”. Jawab gadis itu dengan suara yang lirih. ”Mari ikuti aku”. Slamet menuruti perintahnya. Ketika sampai pada sebuah makam, Slamet sangat terkejut mengetahui nama Ayahnya tertulis di sebuah batu nisan yang ditunjukkan gadis tersebut. Seketika, Slamet langsung jatuh di makam sosokyang selama ini dirindukannya. Ia tak mampu menahan derasnya air mata yang keluar membasahi pipinya. ”Sudahlah, ini telah menjadi takdir Tuhan. Mari ikut denganku, akan kujelaskan semuanya.” Sejurus kemudian mobil mewah itu kembali membawa Slamet dan sang gadis meluncur menuju rumah megah yang tak lain adalah rumah gadis tersebut. ”Wajahmu sangat kusam, pakaianmu dekil, dan kau terlihat sangat lapar. Sekarang bersihkan tubuhmu, dan segeralah makan. Setelah itu temui aku di ruang sebelah.”
Selesai mandi dan makan, Slamet pun duduk bersanding dengan gadis itu. ”Kau terlihat sangat tampan.” ujar gadis itu memuji. ”Oh iya, aku belum tahu namamu? Aku Linda.” gadis itu meluncurkan tangannya. ”Aku slamet.”jawab Slamet diiringi senyum manisnya. ”sebelumnya aku minta maaf Met, mungkin kejadian ini membuatmu sangat terpukul.” linda lalu mulai bercerita. ”Tiga tahun yang lalu ayahmu memulai bekerja sebagai sopir di sini. Sebelumnya ayahmu adalah seorang pemulung yang setiap hari mengambil sampah di sekitar komplek ini. Beliau sangat tekun dengan pekerjaannya dan yerlihat sangat ikhlas menjalani hidupnya. Melihat ketekunan ayahmu itu, orang tuaku lalu berinisiatif untuk memperkerjakan ayahmu menjadi sopir pribadi di keluarga kami. setelah menjalani kursus menyetir selama satu bulan, ayahmu kemudian mulai bekerja. Setiap hari beliau bertugas mengantarkan orangtuaku ke kantor. Nahas, pada suatu hari ayahmu pergi untuk menjemput orang tuaku dari bandara. Namun dalam perjalanan pulang, mobil yang mereka tumpangi tertabrak kontainer hingga mobil itu hancur. Ayahmu tewas di tempat kejadian, dan kedua orang tuaku meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dan mulai saat itu hidupku seperti tak berarti. Aku harus hidup sendiri, sebatangkara.” Linda mengakhiri ceritanya dengan air mata yang mengalir deras ke pipinya.
Slamet yang tampak seksama mendengar cerita Linda, pun tak kuasa menahan air matanya.” ah sudahlah, mungkin ini sudah menjadi takdir kita, pasti Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kita.” ungkap Linda bijak. ”ya, kita harus sabar manjalani ini semua.” jawab Slamet dengan terbata-bata. Met, bila kau tak keberatan, tinggalah di sini. Kau butuh tempat tinggal bukan?” Linda menawarkan. ”terima kasih Lind, mungkin kau benar. Saat ini aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang ayahku dan keluargamu selama mereka masih ada di rumah ini.”Slamet menjawab. ” sebaiknya sekarang kau istirahat dulu, tidurlah di kamar paling ujung. Itu adalah kamar ayahmu dulu.” ungkap Linda sembari menunjukkan kamar yang dimaksud. ”iya, terima kasih Lin.”
Setelah beberapa hari tinggal bersama, mereka pun saling mengenal satu sama lain. Hampir setiap hari mereka pergi berdua. Slamet, si pemuda lugu itupun menjadi lebih baik hidupnya. Begitu pula dengan Linda, ia tak merasa kesepian lagi setelah Slamet di sisinya. Hal itu membuat mereka terlibat dalam api asmara. Keduanya pun menjalin hubungan istimewa.
Malam itu Linda mengajak Slamet makan malam di sebuah restoran hotel berbintang. Keduanya terlihat sangat mesra. ”Met, saat ini aku benar-benar tidak mau kehilangan kamu. Aku begitu mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” Pertanyaan itu sontak membuat Slamet tercengang. Dalam benaknya, tak pernah terbesit keinginan untuk memiliki istri yang cantik, baik, dan kaya seperti Linda. ”apakah kau benar-benar ingin menikahiku?” tanya slamet ragu. ”Iya Met, sepertinya kamu lelaki yang pantas untukku.” Slamet terdiam sejenak. ”Lin, sebenarnya aku juga sangat mencintaimu dan aku pun ingin menikah denganmu. Tapi sepertinya aku harus pulang untuk menemui ibuku, beliau pasti amat merindukanku.” Slamet memohon. ”Lalu kapan kau akan pulang?” ”secepatnya, mungkin besok. Saat ini aku merasa tidak enak hati.” ” baiklah, aku ikut denganmu, aku ingin mengenal ibumu lebih jauh,bagaimana?” ya sudah, besok kita berngkat bersama.”
Keesokan harinya, mereka berdua pun pergi menuju rumah ibunda slamet. Sesampainya di sana Slamet terheran-heran, karena pemandangan yang dilihat di depannya bukan sebuah geribik yang dulu ia tempati, melainkan gundukan tanah yang menggunung. Tanpa pikir panjang, Slamet yang diikuti Linda di belakangnya berlari menuju rumah kepala desa yang jaraknya cukup jauh dengan rumahnya.. Dengan tergesa-gesa ia pun meneriaki si empunya rumah. ”pak, pak lurah!” Teriak Slamet. Tak lama kemudian pak lurah keluar menemui suara yang memanggilnya. ”Pak, apa yang terjadi dengan rumahku?!mana Ibuku?!tolong jelaskan pak!teriak Slamet dengan nada tinggi. Tiba-tiba pak lurah memeluk tubuh Slamet. ”Met, tanah longsor telah mengubur ibu dan rumahmu. Kamu harus sabar Met.”pak lurah tak kuasa menahan haru. ”Ini tidak mungkin terjadi, maafkan aku Ibu.” sesalnya dalam hati yang kemudian diikuti air mata yang berlinang deras di pipinya. Linda pun tak kuasa menahan haru.
Setelah menghadapi kenyataan yang begitu memukul perasaannya, Slamet akhirnya memutuskan untuk pergi dari desa yang membesarkannya itu dan memilih untuk tinggal bersama Linda di kota. Beberapa hari setelah kejadian yang menyayat hidupnya itu, Slamet mulai kembali menata hidupnya. Ia kemudian menikahi Linda, gadis cantik nan kaya yang mencintai dan dicintainya itu. Setelah menikah, mereka terlihat sangat bahagia. Slamet diberi kepercayaan oleh istri untuk memimpin perusahaan milik mendiang ayahnya. Mereka hidup bahagia. Hingga pada suatu hari Linda mengajak Slamet ke sebuah rumah sakit yang berada tak jauh dari rumahnya. ”Sayang, untuk apa kau mengajakku kemari?” tanya Slamet bingng.”Ada suatu hal yang harus kuberitahukan kepadamu Mas.” tentang apa?kamu mau ngasih kejutan buat Mas ya?”tanya Slamet lagi sembari tersenyum kecil. Linda tak menjawab pertanyaan Slamet dan pergi menuju pintu rumah sakit tersebut diikuti Slamet.
Mereka berdua masuk di sebuah ruangan salah satu dokter di rumah sakit mahal itu. ”pagi Dok.” sapa Linda. ”hai Lin, duduklah.” Linda dan Slamet duduk bersebelahan. ”Siapa di sampingmu?” ”Dia suamiku Dok.” wah selamat ya, akhirnya kau sudah tak kesepian lagi.” ”ya, seperti itulah.” Jawabnya lemas. Slamet pun ikut tersenyum kecil. ”Bagaimana kabarmu Lin, kau tampak begitu pucat dan lemas?”tanya dokter. Sejenak Linda terdiam. ”Dokter, apakah aku benar-benar akan mati besok?” ucap Linda lirih.”
Slamet cukup terkejut dengan ucapan istrinya. Dokter pun menunduk dan terdiam hingga bibir Linda kembali berucap. ”Dok?” ”Linda, kau tak boleh putus asa Nak, walaupun kanker otak itu telah merapuhkan jiwamu, namun Tuhan masih ada dan Dialah yang menciptakan kita. Tetaplah berjuang untuk hidup. Memang aku telah memvonismu esok hari, tapi itu semua belum sepenuhnya benar terjadi.” slamet, yang duduk di samping Linda menjadi berontak. Ia pun berlari keluar dari ruangan itu. ”Mas...” Linda berlari mengejarnya. Di dalam mobil Slamet terlihat begitu syok. ”mengapa kau tak pernah bilang kepadaku Lin?!”saat ini aku nggak tau harus berbuat apa!” teriak Slamet. ”Maafkan aku Mas. Aku salah. Aku telah membuatmu kecewa.” Slamet terdiam sambil terus menitikkan air mata hingga tiba di rumah. Malam itu sesampainya di rumah, Slamet sama sekal tidak bisa tidur. Ia terus memeluk erat istrinya. Apapun yang terjadi aku akan tetep menyayangimu. Kau adalah hidupku. Linda tak bisa berkata apa-apa, ia hanya sesenggukan menangis. Rembulan yang bersinar malam itu hilang tersapu awan hitam yang beriringan melntasinya. Tubuh Slamet erat memeluk Linda.
Pagi itu mentari tak menampakkan cahayanya. Rintik-rintik hujan membasahi bunga Kamboja yang tergenggam di tangan Slamet. Hari itu sungguh berselimut duka, Ia mengantarkan kepergian Linda untuk selamanya. Ia tak percaya dengan apa yang di alaminya saat ini. Setelah istrinya wafat, Slamet hidup sebatang kara. Ia tidak berniat mencari pengganti Linda.
Slamet masih terdiam menatap awan yang berjalan beriringan diterangi sinar rembulan melewati jari-jari jendela kamarnya. Dalam benaknya, tersimpan berjuta kerinduan kepada sang ayah yang telah meninggalkannya selama sebelas tahun. Saat itu Slamet yang masih berusia sembilan tahun harus merelakan ayahnya pergi berkelana demi menghidupi keluarga. Setelah ayahnya pergi slamet yang masih seumur jagung itu sudah bekerja keras membantu ibunya mencari kayu bakar di hutan untuk kemudian dijual dan sebagian lagi digunakan untuk keperluan sehari-hari di rumah. Tiga tahun berjalan sang ayah belum juga pulang ataupun sekedar memberi kabar, begitu pula pada tahun-tahun berikutnya, hingga di usianya yang sekarang Slamet berinisiatif untuk mencari ayahnya.
“Nak kamu belum tidur?” suara ibu membuyarkan lamunannya. “Gak bisa tidur bu, Slamet lagi kangen sama bapak!” sejenak ibunya terdiam dan kemudian meneteskan air mata. “Nak, sudahlah,Ibu yakin bapakmu sekarang sudah sukses dan tidak lama lagi pasti dia akan pulang untuk hidup bahagia bersama kita. ”Dengan lesu Slamet menutup jendela kamarnya. “ tapi kapan Bu?? sudah sebelas tahun bapak ninggalin kita! Bu, besok aku mau ke kota nyari bapak.” “ha? Kamu jangan gila tho nak, kamu kan gak tau apa-apa!jangankan ke kota, lha wong ke pasar aja 12 bulan sekali!” “Bu tolong sekali ini aja izinkan saya pergi.” “Baiklah, kalau memang itu sudah jadi kehendakmu, tapi kamu harus janji kalau kamu akan segera kembali! ”Dengan berat hati ibunda slamet harus melepas kepergian slamet.
Pagi itu sang mentari tampak tak memancarkan sinar indahnya seolah tak rela melepas kepergian Slamet. Dengan bekal seadanya, Slamet berjalan selangkah demi selangkah menyusuri rimba hingga akhirnya sampailah ia di tempat yang belum pernah dijajakinya. Di sebuah kota besar yang menyuguhkan gedung-gedung tinggi, kendaraan mewah yang lalu lalang, serta beragam manusia yang beraktivitas sesuai dengan derajatnya. Pemuda lugu itu tampak tak menghiraukan suasana di sekelilingnya, karena ia telah mematri satu tujuan yang ingin segera ia capai.
Siang yang terik itu slamet terlihat duduk di teras masjid usai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia membuka tas yang digendongnya untuk mengambil sebuh KTP milik ayahnya yang sengaja dibawa untuk memudahkan pencarian. Tanpa pikir panjang ia lalu melangkah tanpa arah untuk bertanya kepada siapa saja yang dilaluinya. Namun cukup sulit bagi dirinya untuk menemui sang ayah mengingat ia sama sekali tak mengenal kota yang dipijaknya saat ini.
Tak terasa sudah tiga puluh hari ia berada di kota pesakitan itu. Selama itu pula ia belum juga menemukan sosok yang dicarinya. Hingga pada suatu sore setelah melaksanakan salat ashar, bertemulah Slamet dengan seorang gadis nan cantik,yang seprtinya dari kalangan berada. “maaf Mbak, apakah Anda pernah melihat orang seperti ini?” tanya Slamet sembari memperlihatkan foto ayahnya. Melihat foto dalam KTP itu, si Gadis terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. “apakah ini keluargamu?” Tanya gadis itu. “Benar, ia Ayahku! Apakah kau pernah melihatnya?” sejenak gadis itu kembali terdiam. “marilah ikut denganku, akan kutunjukkan sesuatu. Dengan mobil mewah slamet diantar pada sebuah tempat yang tak jauh dari masjid yang baru ia singgahi.
Slamet terlihat sangat bingung, karena pemandangan yang ia dapati tak lain adalah sebuah Tempat Pemakaman Umum. ”Kamu benar ingin membawaku kemari?” tanya Slamet. ”Benar”. Jawab gadis itu dengan suara yang lirih. ”Mari ikuti aku”. Slamet menuruti perintahnya. Ketika sampai pada sebuah makam, Slamet sangat terkejut mengetahui nama Ayahnya tertulis di sebuah batu nisan yang ditunjukkan gadis tersebut. Seketika, Slamet langsung jatuh di makam sosokyang selama ini dirindukannya. Ia tak mampu menahan derasnya air mata yang keluar membasahi pipinya. ”Sudahlah, ini telah menjadi takdir Tuhan. Mari ikut denganku, akan kujelaskan semuanya.” Sejurus kemudian mobil mewah itu kembali membawa Slamet dan sang gadis meluncur menuju rumah megah yang tak lain adalah rumah gadis tersebut. ”Wajahmu sangat kusam, pakaianmu dekil, dan kau terlihat sangat lapar. Sekarang bersihkan tubuhmu, dan segeralah makan. Setelah itu temui aku di ruang sebelah.”
Selesai mandi dan makan, Slamet pun duduk bersanding dengan gadis itu. ”Kau terlihat sangat tampan.” ujar gadis itu memuji. ”Oh iya, aku belum tahu namamu? Aku Linda.” gadis itu meluncurkan tangannya. ”Aku slamet.”jawab Slamet diiringi senyum manisnya. ”sebelumnya aku minta maaf Met, mungkin kejadian ini membuatmu sangat terpukul.” linda lalu mulai bercerita. ”Tiga tahun yang lalu ayahmu memulai bekerja sebagai sopir di sini. Sebelumnya ayahmu adalah seorang pemulung yang setiap hari mengambil sampah di sekitar komplek ini. Beliau sangat tekun dengan pekerjaannya dan yerlihat sangat ikhlas menjalani hidupnya. Melihat ketekunan ayahmu itu, orang tuaku lalu berinisiatif untuk memperkerjakan ayahmu menjadi sopir pribadi di keluarga kami. setelah menjalani kursus menyetir selama satu bulan, ayahmu kemudian mulai bekerja. Setiap hari beliau bertugas mengantarkan orangtuaku ke kantor. Nahas, pada suatu hari ayahmu pergi untuk menjemput orang tuaku dari bandara. Namun dalam perjalanan pulang, mobil yang mereka tumpangi tertabrak kontainer hingga mobil itu hancur. Ayahmu tewas di tempat kejadian, dan kedua orang tuaku meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dan mulai saat itu hidupku seperti tak berarti. Aku harus hidup sendiri, sebatangkara.” Linda mengakhiri ceritanya dengan air mata yang mengalir deras ke pipinya.
Slamet yang tampak seksama mendengar cerita Linda, pun tak kuasa menahan air matanya.” ah sudahlah, mungkin ini sudah menjadi takdir kita, pasti Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kita.” ungkap Linda bijak. ”ya, kita harus sabar manjalani ini semua.” jawab Slamet dengan terbata-bata. Met, bila kau tak keberatan, tinggalah di sini. Kau butuh tempat tinggal bukan?” Linda menawarkan. ”terima kasih Lind, mungkin kau benar. Saat ini aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang ayahku dan keluargamu selama mereka masih ada di rumah ini.”Slamet menjawab. ” sebaiknya sekarang kau istirahat dulu, tidurlah di kamar paling ujung. Itu adalah kamar ayahmu dulu.” ungkap Linda sembari menunjukkan kamar yang dimaksud. ”iya, terima kasih Lin.”
Setelah beberapa hari tinggal bersama, mereka pun saling mengenal satu sama lain. Hampir setiap hari mereka pergi berdua. Slamet, si pemuda lugu itupun menjadi lebih baik hidupnya. Begitu pula dengan Linda, ia tak merasa kesepian lagi setelah Slamet di sisinya. Hal itu membuat mereka terlibat dalam api asmara. Keduanya pun menjalin hubungan istimewa.
Malam itu Linda mengajak Slamet makan malam di sebuah restoran hotel berbintang. Keduanya terlihat sangat mesra. ”Met, saat ini aku benar-benar tidak mau kehilangan kamu. Aku begitu mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” Pertanyaan itu sontak membuat Slamet tercengang. Dalam benaknya, tak pernah terbesit keinginan untuk memiliki istri yang cantik, baik, dan kaya seperti Linda. ”apakah kau benar-benar ingin menikahiku?” tanya slamet ragu. ”Iya Met, sepertinya kamu lelaki yang pantas untukku.” Slamet terdiam sejenak. ”Lin, sebenarnya aku juga sangat mencintaimu dan aku pun ingin menikah denganmu. Tapi sepertinya aku harus pulang untuk menemui ibuku, beliau pasti amat merindukanku.” Slamet memohon. ”Lalu kapan kau akan pulang?” ”secepatnya, mungkin besok. Saat ini aku merasa tidak enak hati.” ” baiklah, aku ikut denganmu, aku ingin mengenal ibumu lebih jauh,bagaimana?” ya sudah, besok kita berngkat bersama.”
Keesokan harinya, mereka berdua pun pergi menuju rumah ibunda slamet. Sesampainya di sana Slamet terheran-heran, karena pemandangan yang dilihat di depannya bukan sebuah geribik yang dulu ia tempati, melainkan gundukan tanah yang menggunung. Tanpa pikir panjang, Slamet yang diikuti Linda di belakangnya berlari menuju rumah kepala desa yang jaraknya cukup jauh dengan rumahnya.. Dengan tergesa-gesa ia pun meneriaki si empunya rumah. ”pak, pak lurah!” Teriak Slamet. Tak lama kemudian pak lurah keluar menemui suara yang memanggilnya. ”Pak, apa yang terjadi dengan rumahku?!mana Ibuku?!tolong jelaskan pak!teriak Slamet dengan nada tinggi. Tiba-tiba pak lurah memeluk tubuh Slamet. ”Met, tanah longsor telah mengubur ibu dan rumahmu. Kamu harus sabar Met.”pak lurah tak kuasa menahan haru. ”Ini tidak mungkin terjadi, maafkan aku Ibu.” sesalnya dalam hati yang kemudian diikuti air mata yang berlinang deras di pipinya. Linda pun tak kuasa menahan haru.
Setelah menghadapi kenyataan yang begitu memukul perasaannya, Slamet akhirnya memutuskan untuk pergi dari desa yang membesarkannya itu dan memilih untuk tinggal bersama Linda di kota. Beberapa hari setelah kejadian yang menyayat hidupnya itu, Slamet mulai kembali menata hidupnya. Ia kemudian menikahi Linda, gadis cantik nan kaya yang mencintai dan dicintainya itu. Setelah menikah, mereka terlihat sangat bahagia. Slamet diberi kepercayaan oleh istri untuk memimpin perusahaan milik mendiang ayahnya. Mereka hidup bahagia. Hingga pada suatu hari Linda mengajak Slamet ke sebuah rumah sakit yang berada tak jauh dari rumahnya. ”Sayang, untuk apa kau mengajakku kemari?” tanya Slamet bingng.”Ada suatu hal yang harus kuberitahukan kepadamu Mas.” tentang apa?kamu mau ngasih kejutan buat Mas ya?”tanya Slamet lagi sembari tersenyum kecil. Linda tak menjawab pertanyaan Slamet dan pergi menuju pintu rumah sakit tersebut diikuti Slamet.
Mereka berdua masuk di sebuah ruangan salah satu dokter di rumah sakit mahal itu. ”pagi Dok.” sapa Linda. ”hai Lin, duduklah.” Linda dan Slamet duduk bersebelahan. ”Siapa di sampingmu?” ”Dia suamiku Dok.” wah selamat ya, akhirnya kau sudah tak kesepian lagi.” ”ya, seperti itulah.” Jawabnya lemas. Slamet pun ikut tersenyum kecil. ”Bagaimana kabarmu Lin, kau tampak begitu pucat dan lemas?”tanya dokter. Sejenak Linda terdiam. ”Dokter, apakah aku benar-benar akan mati besok?” ucap Linda lirih.”
Slamet cukup terkejut dengan ucapan istrinya. Dokter pun menunduk dan terdiam hingga bibir Linda kembali berucap. ”Dok?” ”Linda, kau tak boleh putus asa Nak, walaupun kanker otak itu telah merapuhkan jiwamu, namun Tuhan masih ada dan Dialah yang menciptakan kita. Tetaplah berjuang untuk hidup. Memang aku telah memvonismu esok hari, tapi itu semua belum sepenuhnya benar terjadi.” slamet, yang duduk di samping Linda menjadi berontak. Ia pun berlari keluar dari ruangan itu. ”Mas...” Linda berlari mengejarnya. Di dalam mobil Slamet terlihat begitu syok. ”mengapa kau tak pernah bilang kepadaku Lin?!”saat ini aku nggak tau harus berbuat apa!” teriak Slamet. ”Maafkan aku Mas. Aku salah. Aku telah membuatmu kecewa.” Slamet terdiam sambil terus menitikkan air mata hingga tiba di rumah. Malam itu sesampainya di rumah, Slamet sama sekal tidak bisa tidur. Ia terus memeluk erat istrinya. Apapun yang terjadi aku akan tetep menyayangimu. Kau adalah hidupku. Linda tak bisa berkata apa-apa, ia hanya sesenggukan menangis. Rembulan yang bersinar malam itu hilang tersapu awan hitam yang beriringan melntasinya. Tubuh Slamet erat memeluk Linda.
Pagi itu mentari tak menampakkan cahayanya. Rintik-rintik hujan membasahi bunga Kamboja yang tergenggam di tangan Slamet. Hari itu sungguh berselimut duka, Ia mengantarkan kepergian Linda untuk selamanya. Ia tak percaya dengan apa yang di alaminya saat ini. Setelah istrinya wafat, Slamet hidup sebatang kara. Ia tidak berniat mencari pengganti Linda.
Tag :
Cerpen
0 Komentar untuk "Cerpen Sedih Mengharukan (TERBARU)"
Silakan Tulis KOMENTAR yang tidak mengandung SARA DAN P*RN*GRAFI.